Rabu, 09 September 2009
PERBEDAAN ANGKA DAN BILANGAN
Memang bahasa Indonesia belum cukup baku sebagai alat komunikasi dalam ilmu dan sains, sehingga belum ada konsesus resmi bahwa ‘angka’ dan ‘bilangan’ melambangkan dua hal yang sangat berbeda. Demikian pula, kedua kata angka dan bilangan masih sering dipertukarkan dengan kata nomor.
Kata nomor biasanya menunjuk satu atau lebih angka yang melambangkan sebuah bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat yg berurutan. Misalnya kata ‘nomor 3′ menunjuk salah satu posisi urutan dalam barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, …, dst. Jadi kata nomor sangat erat terkait dengan pengertian ‘urutan’.
Arti kata ‘angka’ lebih mendekati arti kata ‘digit’ dalam bahasa Inggris. Nampaknya belum ada kata dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan secara tepat dari ‘digit’. Dalam hal ini, sebuah atau beberapa angka lebih berperan sebagai lambang tertulis atau terketik dari sebuah bilangan. Sesuai dengan arti kata ‘digit’, lebih baik pengertian angka dibakukan dengan batasan agar hanya ada sepuluh angka yang berbeda: 0, 1, 2 …, 9.
Untuk memperjelas pengertian angka seperti diuraikan dalam paragraf terakhir, berikut diberikan dua contoh penggunaannya.
“Bilangan sepuluh ditulis dengan dua buah angka (double digits), yaitu angka 1 dan angka 0.”,
“Inflasi di Indonesia mencapai 3 angka (three digits)” (Maksudnya, inflasi di Indonesia sudah mencapai paling sedikit 100%, sebab bilangan 100 adalah bilangan dengan nilai terendah yang bisa ditulis dengan tiga angka).
Dalam sistem bilangan biner (binary number system), yaitu sistem bilangan basis 2, hanya digunakan dua angka: 0 dan 1, untuk menyatakan sembarang bilangan bulat. Misalnya, deretan tiga angka 101 dalam sistem biner melambangkan bilangan 3 dalam sistem bilangan basis 10.
Tanpa penjelasan lebih jauh, kata ‘bilangan’ di sini selalu diartikan bilangan dalam sistem basis 10.
Jenis bilangan-bilangan Sederhana
Ada berbagai jenis bilangan. Bilangan-bilangan yang paling dikenal adalah bilangan bulat 0, 1, -1, 2, -2, … dan bilangan-bilangan asli 1, 2, 3, …, keduanya sering digunakan untuk berhitung dalam aritmatika. Himpunan semua bilangan bulat dalam buku-buku teks aljabar biasanya dinyatakan dengan lambang Z dan sedangkan himpunan semua bilangan asli biasanya dinyatakan dengan lambang N.
Setiap bentuk rasio p/q antara dua bilangan bulat p dan bilangan bulat tak nol q disebut bilangan rasional atau pecahan. Himpunan semua bilangan rasional ditandai dengan Q.
Segi empat sama ajaib
Dalam matematik rekreasi, sebuah segi empat sama ajaib pada aturan n adalah suatu urutan bilangan n², biasanya integer berlainan, dalam sebuah segi empat sama, seperti mana yang bilangan n dalam semua barisan, semua column, dan kedua jumlah diagonal ke konstan sama.[1] Sebuah segiempat sama ajaib biasa mengandungi integer dari 1 ke n². Istilah "segiempat sama ajaib" juga kadang-kadang digunakan untuk merujukkan pada mana-mana jenis pelbagai segi empat sama kata.
Segiempat sama ajaib bermuncul untuk semua aturan n ≥ 1 kecuali n = 2, walaupun kesnya n = 1 adalah trivial—ia mengandungi suatu sel tunggal yang mengandungi nombor 1. Kes bukan-trivial terkecil, ditunjuk di bawah, adalah aturan 3.
Jumlah konstant dalam setiap row, column dan diagonal digelar konstan ajaib atau jumlah ajaib, M. Konstan ajaib pada segiempat sama ajaib terpulang hanya pada n dan mempunyai nilai
Untuk segiempat sama ajaib biasa pada aturan n = 3, 4, 5, …, konstant ajaibnya adalah:
Sejarah segiempat sama ajaib
Sasatera China melatar belakang seawal 650 SM menceritakan lagenda Lo Shu atau "scroll dari sungai Lo".[2] Di China silam, ada suatu banjir yang besar. Rakyatnya cuba untuk memberikan pengorbanan ke dewa sungai pada salah satu sungai banjir, sungai Lo, untuk menyenangkan kemarahannya. Kemudian, di situ bermuncul dari seekor kura-kura dengan suatu angka/corak pada kulitnya; ada titik-titik bulat bilangan yang diatur dalam suatu corak petak sembilan tiga seperti mana jumlah bilangan dalam setiap baris, lajur dan diagonal yang sama; 15. Nombor ini juga sama dengan bilangan hari setiap 24 kitaran tahun matahari China. Corak ini, dalam sesetengah cara, telah digunakan oleh orang-orang yang mengawal sungai itu.
4 | 9 | 2 |
3 | 5 | 7 |
8 | 1 | 6 |
The Lo Shu Square, as the magic square on the turtle shell is called, is the unique normal magic square of order three in which 1 is at the bottom and 2 is in the upper right corner. Every normal magic square of order three is obtained from the Lo Shu by rotation or reflection.
The
To validate the values contained in the 2 river maps (Ho Tu and Lo Shu) the I Ching provides numbers of Heaven and Earth that are the 'Original Trigrams' (father and mother) from 1 to 10. Heaven or a Trigram with all unbroken lines (light lines - yang) have odd numbers 1,3,5,7,9, and Earth a Trigram with all broken lines have even numbers 2,4,6,8,10. If each of the Trigram's lines is given a value by multiplying the numbers of Heaven and Earth, then the value of each line in Heaven 1 would be 1 + 2 + 3 = 6, and its partner in the Ho Tu of Earth 6 would be 6 + 12 + 18 = 36, these 2 'Original Trigrams' thereby produce 6 more Trigrams (or children in all their combinations) -- and when the sequences of Trigrams are placed at right angles to each other they produce an 8 x 8 square of Hexagrams (or cubes) that each have 6 lines of values. From this simple point the complex structure of the maths evolves as a hexadecimal progression, and it is the hexagon that is the link to the turtle or tortoise shell. In Chinese texts of the I Ching the moon is symbolic of water (darkness) whose transformations or changes create the light or fire - the dark value 6 creates the light when its number is increased by 1. This same principle can be found in ancient calendars such as the Egyptian, as the 360 day year of 8640 hrs was divided by 72 to produce the 5 extra days or 120 hours on which the gods were born. It takes 72 years for the heavens to move 1 degree through its Precession.
Arabia
Segiempat sama ajaib dikenali pada ahli matematik Arab, mungkin seawal abad ke-7, apabila orang Arab berhubung dengan budaya India atau Asia Selatan, dan mempelajari matematik dan astronomi India, termasuk aspek-aspek matematik berkombinasi. Ia juga telah dicadangkan bahawa gagasan tiba melalui
Ahli matematik Arab Ahmad al-Buni, yang bekerja pada segiempat sama ajaib sewaktu 1200 M, menganggap ciri-ciri mistikal pada mereka, walaupun tiada rinci pada ciri-ciri sepatutnya ini dikenali.
India
Segiempat sama ajaib 3x3 telah digunakan sebagai sebahagian dari upacara di
7 | 12 | 1 | 14 |
2 | 13 | 8 | 11 |
16 | 3 | 10 | 5 |
9 | 6 | 15 | 4 |
Ini dirujukkan sebagai Chautisa Yantra, sejak setiap sub-segi empat sama berjumlah ke 34.
The Sagrada Família magic square
A magic square on the Sagrada Família church façade.
The Passion façade of the Sagrada Família church in Barcelona, designed by sculptor Josep Subirachs, features a 4×4 magic square:
The magic constant of the square is 33, the age of Jesus at the time of the Passion. Structurally, it is very similar to the Melancholia magic square, but it has had the numbers in four of the cells reduced by 1.
1 | 14 | 14 | 4 |
11 | 7 | 6 | 9 |
8 | 10 | 10 | 5 |
13 | 2 | 3 | 15 |
While having the same pattern of summation, this is not a normal magic square as above, as two numbers (10 and 14) are duplicated and two (12 and 16) are absent, failing the 1→n² rule.
TUGAS MATEMATIKA SMU GONZAGA
download soal.
http://www.ziddu.com/download/6338051/statisticTaskChapter1ipa.doc.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar